Kisah runtuhnya kerajaan bisnis Salim setelah 3 dekade sukses


Jakarta, CNBC Indonesia – Siapa yang tak kenal Indomie? Masyarakat Indonesia biasanya suka menyantap makanan pokok instan yang satu ini.

Lalu ketika ingin membeli Indomie atau berbelanja, Anda bisa menjumpai Indomaret atau Super Indo. Ternyata pemilik produsen Indomie dan kedua supermarket tersebut adalah Salim Group.

Tak hanya itu, gurita Grup Salim semakin berkembang hingga saat ini dan telah merambah hampir semua industri mulai dari retail, otomotif, penagihan tol, real estate, telekomunikasi, perkebunan dan masih banyak lagi.

Kerajaan bisnis Salim Group didirikan oleh Lim Sioe Liong alias Sudono Liem setelah Indonesia merdeka. Ia dikenal sebagai pengusaha impor cengkeh dan logistik militer yang dikenal dekat dengan Soeharto. Jaringan bisnis Kolonel Soeharto yang luas membuatnya tertarik bekerja sama dengan Salim.

Melalui perantara Sulardi, Salim dan Soeharto berkenalan dan menjadi pemasok logistik pasukan Kolonel Soeharto pada masa Perang Kemerdekaan, yakni pada tahun 1945 hingga 1949.

“Setelah Soeharto berkuasa di Indonesia pada pertengahan tahun 1960an dan menjadi presiden, ia didukung oleh sekelompok teman bisnisnya, [pendukung] yang terbesar dan terkuat adalah Liem Sioe Liong,” tulis Richard Borsuk dan Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong and Salim Group (2016), dikutip Sabtu (15/06/2023).

Selama tiga dekade kepemimpinan Soeharto, keduanya menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Soeharto melindungi Liem dan menjaga kelancaran bisnisnya, sedangkan Liem menyalurkan dana kepada Soeharto, keluarganya, dan kroni-kroni lainnya melalui kerajaan bisnis Grup Salim.

Berkat simbiosis ini, kedua belah pihak berhasil dalam perjalanannya. Salim berhasil tercatat sebagai orang terkaya di Indonesia, sedangkan Soeharto berhasil memegang kekuasaan di Tanah Air. Namun, ketenaran keduanya tiba-tiba hancur dalam hitungan hari pada Mei 1998.

READ  Sebagai saksi kunci kasus pembunuhan Vina, Sadikun sempat bersembunyi di Bogor

Selama tiga dekade, Salim berhasil membangun tiga kerajaan bisnis di tiga sektor yakni perbankan (Bank Central Asia alias BCA), bangunan (Indocement), dan makanan (Bogasari dan Indofood). Namun semua bisnisnya perlahan terpuruk ketika krisis BCA melanda pada tahun 1998.

Sejarawan MC Ricklefs dalam bukunya A History of Modern Indonesia (2009) menyatakan, pada saat krisis, nasabah menarik dana secara massal dan besar-besaran. Ratusan orang bahkan rela mengantri beberapa jam untuk menghabiskan seluruh tabungannya. Kondisi ini menyebabkan BCA yang sudah tidak dipercaya lagi oleh masyarakat terancam bangkrut.

Kedekatannya dengan Soeharto terbukti menjadi petaka bagi Salim. Orang-orang yang mengetahui kedekatan Salim dengan Soeharto menjadikannya sasaran. Hal ini terjadi setelah demonstrasi 13 Mei 1998 berubah menjadi kerusuhan ras.

Saat itu Jakarta dan sekitarnya mengalami kerusuhan, penjarahan dan pembakaran rumah, bangunan komersial, dan banyak kendaraan (Kompas, 14 Mei 1998). Aksi ini dilakukan oleh massa yang terprovokasi. Dalam aksinya, masyarakat terprovokasi dengan menyasar bangunan dan kendaraan milik warga Tionghoa, bahkan menyasar warga keturunan Tionghoa.

Dalam Anti-Chinese Violence in Indonesia 1996-1999 (2013), Jemma Purdey menjelaskan, sentimen rasial terhadap orang keturunan Tionghoa disebabkan oleh stereotip bahwa mereka pantas untuk dibenci. Sebab mereka sangat kaya dan dekat dengan penguasa Soeharto. Salah satu tokoh yang melekat pada deskripsi ini adalah Sudono Salim.

“Perusahaan Baron dan keluarga Soeharto menjadi sasaran utama pembakaran dan penjarahan. Sasaran utama penyerangan adalah Bank Asia Tengah milik Liem Sioe Liong,” tulis Ricklefs, seperti dikutip Sabtu (15/06/2023).

Menurut Richard Borsuk dan Nancy Chng, Sudono Salim, istri dan beberapa anaknya bernasib bahagia menjadi sasaran amukan massa. Sebab, saat itu mereka sedang berada di Amerika Serikat (AS). Salim diketahui sempat berkunjung ke AS untuk menjalani operasi mata.

READ  Membuang struk di ATM sembarangan tidak berbahaya?

Hanya ada Anthony Salim di Jakarta yang bekerja di Wisma Indocement, Jl. Sudirman. Saat itu, Anthony bahkan belum berani pulang ke rumah ayahnya di kawasan Roxy, Jakarta Pusat. Kerusuhan massal juga terfokus di kawasan pemukiman Tionghoa. Ada kekhawatiran Anthony akan dibunuh jika tetap di rumah.

Prediksi tersebut kemudian menjadi kenyataan. Pada pagi hari tanggal 14 Mei, Anthony menerima kabar bahwa sekelompok pemuda berwajah mengancam bersenjatakan tabung bahan bakar dan peralatan telah mengunjungi rumah ayahnya. Mereka ingin masuk ke rumah mewah Liem.

Anthony tidak bergerak. Dia memerintahkan keamanan untuk mengizinkan massa masuk dan menghancurkan rumahnya daripada memblokirnya dan menyebabkan pertumpahan darah.

“Dalam sekejap, semua mobil di garasi mulai terbakar, termasuk seluruh rumah. Mereka membakar perabotan, mengambil foto-foto dan mengobrak-abrik ruangan. Mereka bahkan menulis kata-kata cabul di rumah itu,” kata Anthony kepada Richard Borsuk dan Nancy.

Selang beberapa menit, kediaman Salim langsung terbakar. Di jalanan, foto Salim dilempar ke batu dan dibakar massa yang marah (Kompas, 15 Mei 1998).

Melihat situasi Jakarta yang sangat serius, Anthony langsung naik pesawat pribadi menuju Singapura.

Setelah kerusuhan mereda dan Soeharto lengser, BCA mengalami kerugian terparah. Tercatat 122 cabang rusak berat. Rinciannya, 17 kantor dibakar habis, 26 cabang dirusak dan dijarah, serta 75 cabang dirusak namun tidak dirampok. Kemudian 150 ATM dirusak dan uang tunai diambil sehingga menimbulkan kerugian Rp3 miliar.

Selain BCA, Indofood juga mendapat serangan. Sebuah pabrik di Solo dijarah dan dibakar hingga menimbulkan kerugian Rp 42 miliar. Pusat distribusinya di Tangerang juga dihancurkan oleh penjarahan massa. Hanya Indocement yang masih bisa bertahan.

Seminggu setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, BCA diambil alih pemerintah karena situasi keuangannya semakin berdarah. Pemerintah melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) resmi menjadikan BCA sebagai BTO (Bank Prevzaté). Tujuan pengambilalihan ini agar BCA tidak tenggelam terlalu dalam.

READ  APK Terbaru Mod Gratis Di Manado Mengejutkan

Sejak saat itu, BCA bukan lagi milik keluarga Salim. Richard Borsuk dan Nancy Chng mengatakan Salim hanya mengandalkan Indofood untuk menghidupkan kembali mesin kekayaan.

Kini, 25 tahun setelah kejadian memilukan itu, bisnis keluarga Salim mulai jaya.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel lain

Bertemu dengan Prabow usai Pilpres, sekilas melihat properti dan gurita bisnis Surya Paloh

(fsd/fsd)


Quoted From Many Source

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *